KONEKSI ANTAR MATERI

KESIMPULAN DAN REFLEKSI MODUL 1.1

Oleh: Donna Gumala Sari, S.Pd


A.      Kesimpulan

Ki Hadjar Dewantara merupakan bapak pendidikan Indonesia. Beliau mendirikan perguruan Taman Siswa yang memberi kesempatan kepada para pribumi untuk bisa memperoleh hak pendidikan. Berkat jasa-jasanya mengembangkan pendidikan di Indonesia, beliau dianugerahi gelar Bapak Pendidikan Nasional dan tanggal kelahirannya (2 Mei) diperingati sebagai hari pendidikan nasional Indonesia.

Pemikiran-pemikiran Ki Hadjar Dewantara dijadikan dasar-dasar pendidikan di Indonesia. Adapun dasar pemikiran beliau yang pertama yaitu menuntun. Menurut Ki Hadjar Dewantara pendidikan adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun anggota masyarakat. Dalam proses menuntun, seorang guru hendaknya memberi kebebasan kepada anak-anak namun tetap memberi arahan dan tuntunan agar anak tetap berada pada jalur yang benar. Guru juga memfasilitasi dan membantu anak untuk menebalkan garis-garis samar yang ada pada mereka, agar mereka dapat memperbaiki tingkah lakunya.

Dasar pemikiran yang kedua adalah pendidikan disesuaikan dengan kodrat alam dan kodrat zaman. Kodrat anak adalah bermain maka sebagai guru hendaknya kita merancang pembelajaran yang ada unsur permainan agar anak merasa senang dan nyaman. Ki Hadjar Dewantara juga menegaskan bahwa didiklah anak-anak dengan cara yang sesuai dengan tuntunan alam dan zamannya sendiri. Sejatinya anak-anak zaman sekarang adalah anak generasi Z yang berada pada abad 21. Sehingga dalam mendidik anak dibutuhkan kreativitas, inovasi dan motivasi yang tinggi dari guru untuk mengkreasikan pembelajaran di era digital.

Pendidikan yang menghamba pada anak merupakan dasar pemikiran Ki Hadjar Dewantara selanjutnya. Pendidikan yang menghamba pada anak bertujuan untuk memaksimalkan potensi minat dan bakat yang dimiliki setiap anak. Guru tidak lagi berperan sebagai sumber utama dalam pengetahuan, melainkan berperan sebagai fasilitator yang mendampingi proses pembelajaran dan meyalani kebutuhan anak didik. Dengan kata lain, pendidikan yang menghamba pada anak dapat dilakukan dengan melayani mereka dengan ikhlas, membebaskannya dari segala ikatan, dan tidak meminta suatu hak pada mereka.  

Dasar pemikiran Ki Hadjar Dewantara berikutnya adalaha pendidikan ibarat petani. Seorang petani yang menanam jagung misalnya, hanya dapat menuntun tumbuhnya jagung, ia dapat memperbaiki kondisi tanah, memelihara tanaman jagung, memberi pupuk dan air, membasmi ulat-ulat atau jamur-jamur yang mengganggu hidup tanaman jagung dan lain sebagainya. Begitu juga dengan seorang guru. Pada hakikatnya kewajiban petani dan guru sama yaitu sama-sama menuntun. Menuntun anak didiknya agar bisa berkembang sesuai minat dan bakatnya.

Dasar pemikiran Ki Hadjar Dewantara yang kelima yaitu pendidikan budi pekerti. Anak yang berbudi pekerti baik, tentu diidam-idamkan oleh setiap orang tua dan guru. Untuk melatih mereka memiliki budi pekerti yang baik, maka keluarga menjadi tempat yang utama dan paling baik untuk melatih pendidikan sosial dan karakter. Keluarga menjadi teladan, tuntunan dan pengajaran bagi anak. Orang tua dapat berperan sebagai guru untuk menuntun dan memberi teladan agar anak tumbuh dengan karakter yang baik. Tidak saja orangtua, guru pun harus memberikan pendidikan budi pekerti di sekolah sehingga apa yang diidam-idamkan olah orang tua dan guru dapat tercapai.

Hal yang saya percayai tentang murid dan pembelajaran di kelas sebelum saya mempelajari modul 1.1 ini adalah pertama saya percaya murid di kelas bisa pandai dengan pemberian latihan soal yang banyak. Kedua, saya percaya murid yang berprestasi adalah murid yang pintar dalam pelajaran yang sulit seperti matematika dan menguasai seluruh mata pelajaran. Ketiga, saya percaya jika saya mengejar penyampaian materi atau fokus pada kognitif murid, maka murid bisa mendapatkan nilai yang tinggi saat ujian tengah semester dan ujian semester. Selanjutnya saya juga percaya bahwa dengan menerapkan teacher-centered learning lebih akan berhasil meningkatkan kemampuan belajar murid karena murid berkonsentrasi mendengarkan gurunya berceramah di depan kelas. Kemudian saya tidak terlalu menekankan pentingnya pendidikan budi pekerti karena yang terpenting adalah mengejar ketercapaian meteri pembelajaran. Terakhir, saya percaya bahwa dengan menggunakan teknologi dapat menyebabkan ketidakefisiennya alokasi waktu belajar karena mempersiapkan alat-alatnya menghabiskan waktu.

B. Refleksi dari pengetahuan dan pengalaman baru yang saya peroleh dalam modul ini dan perubahan diri yang saya alami dan akan saya praktekan di sekolah dan kelas saya

Saya menyadari kekurangan saya sebagai guru. Sebagai guru yang baik, seharusnya saya menuntun murid agar memiliki laku yang baik. Bukan menuntut mereka melakukan hal-hal sesuai yang saya kehendaki. Dalam hal ini, seharusnya saya tidak memaksakan murid saya agar hanya kecerdasan kognitifnya berkembang, namun memerdekakan mereka untuk berkreasi sesuai minat dan bakatnya masing-masing.

Kemudian saya juga menyadari bahwa pembelajaran seharusnya mempertimbangkan kodrat alam dan kodrat zaman. Saya sudah mulai sering menggunakan teknologi dalam pembelajaran dan melibatkan mereka dalam permainan yang disesuaikan dengan materi pembelajaran.

Saya juga sudah mulai melakukan pembelajaran yang berhamba pada anak. Saya menyadari bahwa mereka memiliki keunikan dan karakteristik yang berbeda-beda. Maka sudah selayaknya kita sebagai guru memfasilitasi gaya belajar mereka dan menjadikan diri kita fasilitator dan motivator dalam pembelajaran.

Teacher centered learning sudah mulai saya tinggalkan. Saya sekarang beralih ke student centered learning agar pembelajaran lebih bermakna bagi siswa.

Selain itu, saya juga sadar bahwa selama ini saya lebih mementingkan ketercapaian materi daripada proses pembelajaran itu sendiri. Saya lebih sering menuntun, membantu, dan memfasilitasi murid saya untuk membangun konsep dan pengetahuaannya sendiri. 

          Terakhir yang tak kalah pentingnya, setelah mempelajari modul ini saya berusaha menanamkan pendidikan budi pekerti di setiap kesempatan.

C.  Proses pembelajaran dan suasana kelas yang mencerminkan pemikiran Ki Hadjar Dewantara secara konkret sesuai dengan konteks lokal sosial budaya di kelas dan sekolah.

Proses pembelajaran dan suasana kelas yang mencerminkan pemikiran Ki Hadjar Dewantara di sekolah saya adalah pendidikan itu menuntun. Sesuai dengan pepatah minang “kato nan ampek” dan “alam takambang jadi guru”. Kato nan ampek artinya cara bertutur kata disesuaikan dengan siapa kita berbicara namun harus ada unsur sopan dan santun. Kemudian alam takambang jadi guru dapat diartikan bahwa seluruh yang ada di alam ini dapat dijadikan pembelajaran hidup.

Berikut suasana kelas yang mencerminkan pemikiran Ki Hadjar Dewantara:

1. Saya mengajak murid dan beberapa teman sejawat untuk mengunjungi “Rumah Puisi” agar murid saya bisa belajar mencipta puisi pada orang yang lebih ahli. Kami menuntun murid agar selalu bertutur kata dan berperilaku sopan.






2. Setelah mereka belajar mencipta puisi, saya mengajak murid berkeliling halaman sekolah dan memperhatikan alam sekitar. Lalu mereka membuat puisi berdasarkan pengamatan. Kemudian saya meminta mereka membacakan puisi yang telah mereka tulis dengan penuh percaya diri. 


Tell me and I forget. Teach me and I remember. Involve me and I learn.
-Benjamin Franklin-
 


 

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Skenario Segitiga Restitusi

Tugas 3.2.a.6. Demonstrasi Kontekstual - Modul 3.2